BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Quran tidak
henti-hentinya diteliti dan dikaji. Kandungan kitab suci tersebut terus menerus
digali oleh para pengkajinya. Mereka berusaha menemukan jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan tentang otentisitas al-Quran, kebenaran kandungannya,
nilai-nilai universal yang terkandung di dalamnya, dan eksistensi al-Quran
sebagai mukjizat abadi Nabi Muhammad saw.
Kajian al-Quran sebagai mukjizat ini
berkenaan dengan kehebatan al-Quran dalam menantang dan mengalahkan berbagai
upaya orang-orang yang mencari atau mencari-cari kekurangan atau kelemahan
al-Quran. Tantangan al-Quran dan kemampuan mengalahkan “musuh-musuhnya” itu ini
dinamakan i’jaz atau mukjizat al-Quran.
I’jaz atau mukjizat
al-Quran adalah studi tentang bagaimana al-Quran mampu melindungi dirinya dari
beragam “serangan”, baik yang berbentuk ketidakpercayaan, maupun keragu-raguan
sampai pengingkaran terhadapnya. Pada saat yang sama, al-Quran juga mampu melakukan counter attack yang mampu mementahkan dan mengalahkan
serangan-serangan tersebut.
Makalah ini akan membahas tentang
pengertian i’jaz dan mukjizat, jenis-jenis mukjizat, segi-segi kemukjizatan al-Quran, dan
faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan dan ketidakmampuan bangsa
Arab-dan manusia pada umumnya-dalam menandingi al-Quran.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud
dengan I’jaz dan Mukjizat ?
2.
Apa saja jenis-jenis
mukjizat ?
3.
Apa saja unsur-unsur Mukjizat ?
4.
Apa saja segi-segi
kemukjizatan Al-Qur’an ?
5.
Apa saja faktor-faktor
yang menyebabkan kegagalan dan ketidakmampuan bangsa Arab dalam menandingi al-Quran ?
C. Tujuan dan Manfaat
1.
Menjelaskan apa yang
dimaksud dengan I’jaz dan Mukjizat.
2.
Menjelaskan dan
menyebutkan unsur-unsur Mukjizat.
3.
Menjelaskan dan
menyebutkan jenis-jenis Mukjizat.
4.
Menjelaskan dan
menyebutkan segi-segi kemukjizatan Al-Qur’an.
5.
Menjelaskan dan
menyebutkan faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan dan ketidakmampuan bangsa Arab
dalam menandingi al-Quran
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
I’jaz dan Mukjizat
1. I’jaz
Dari segi bahasa (etimologi), i’jaz berasal dari kata a’jaza
yu’jizu i’jazan yang artinya melemahkan, memperlemah, atau menetapkan
kelemahan. Kata i’jaz sendiri awalnya berasal dari kata dasar a’jaza ya’jizu
yang artinya lemah atau tidak mampu. seperti
dalam contoh: a’jaztu zaidan “aku mendapati Zaid tidak mampu”. Sedangkan menurut istilah i’jaz didefinisikan
oleh Manna Khalil al-Qaththan dan Ali al-Shabuny dalam tulisan
Usman. Manna Khalil al-Qaththan
mendefiniskan i’jaz sebagai “menampakan kebenaran Nabi saw dalam pengakuan
orang lain, sebagai seorang rasul utusan Allah swt. dengan menampakkan
kelemahan orang-orang Arab untuk menandinginya atau menghadapi mukjizat yang
abadi, yaitu al-Quran dan kelemahan-kelemahan generasi-generasi sesudah
mereka.” Sementara Ali al-Shabuny
mengartikan i’jaz sebagai “menetapkan kelemahan manusia baik
secara kelompok atau bersama-sama untuk menandingi hal yang serupa dengannya…” Jadi i’jaz
ini upaya untuk menegaskan kebenaran seorang nabi dan pada saat yang
sama ia juga menegaskan kelemahan manusia yang meragukan dan mengingkari
kenabian. Wajar dalam konsep i’jaz ini kalau konsepsi kenabian diklaim sebagai
kebenaran yang tidak bisa dibantah, apalagi dikalahkan.
2. Mukjizat
secara bahasa, mu’jizat juga
berasal dari kata a’jaza yu’jizu i’jazan,
yang artinya melemahkan atau menjadikan tidak mampu. Sedangkan secara
istilah, mu’jizat dapat didefinisikan oleh beberapa ulama, yaitu:
a. Manna al-Qaththan dalam tulisan Rosihan sebagai “suatu
kejadian yang keluar dari kebiasaan, disertai dengan unsur tantangan, dan tidak
akan dapat ditandingi. Dari definisi ini, mukjizat mengandung arti menantang
dan mengalahkan orang-orang yang meragukan dan mengingkari sabda Tuhan.
Tantangan ini tidak bisa ditandingi oleh siapapun, karena Allah berkehendak
untuk memenangkan semua “pertempuran,” sementara orang-orang ragu dan para
pengingkar tersebut tidak mampu melawan Tuhan.
b. Ali al-Shabuny mendefinisikan mukjizat sebagai “bukti
yang datangnya dari Allah swt. yang diberikan kepada hamba-Nya untuk memperkuat
kebenaran misi kerasulan dan kenabiannya.” Definisi ini menegaskan bahwa fungsi
mukjizat memperkuat posisi nabi dan rasul, sehingga tidak seorang pun mampu
menghancurkan posisi tersebut.
c. Muhammad Bakar Ismali mendefinisikan mu’jizat sebagai
“perkara luar biasa yang disertai-dan diikuti-dengan tantangan yang diberikan
Allah swt. kepada nabi-nabi-Nya sebagai hujjah dan bukti yang
kuat atas misi dan kebenaran terhadap apa yang diembannya, yang bersumber dari
Allah swt.”
d. Muhammad Syahrur mendefinisikan mukjizat dengan
membaginya menjadi dua jenis, yaitu (1) mukjizat yang diturunkan kepada para
nabi sebelum Nabi Muhammad dan (2) mukjizat yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad. Menurut Syahrur, mukjizat yang diturunkan kepada para nabi
sebelum Nabi Muhammad adalah “percepatan kemajuan di bidang dunia indrawi (alam
al-mahsus). Ia adalah fenomena alam yang melampaui dunia rasion/nalar
ketika mukjizat tersebut diturunkan.” Sementara itu mukjizat yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad adalah al-Quran yang memiliki karakter abadi dan sesuai
dengan jaman dan tempat. Setiap pengetahuan dan ilmu manusia berkembang, maka
kemukjizatan al-Quran akan semakin jelas.
Dari beberapa
definisi diatas pengertian mukjizat dapat ditegaskan lagi oleh Quraish Shihab yang mengatakan bahwa Mukjizat adalah
Suatu hal atau peristiwa luar biasa yang terjadi melalui seseorang yang mengaku
nabi sebagai bukti kenabiannya yang ditantangkan kepada yang ragu, untuk
melakukan atau mendatangkan hal serupa, namun mereka tidak mampu melayani
tantangan itu”
Mukjizat sebagai kejadian luar biasa tidak dapat terjadi pada sembarang orang. Secara historis, mukjizat selalu menemukan momentnya sendiri berdasarkan kehendak Allah SWT.
Mukjizat sebagai kejadian luar biasa tidak dapat terjadi pada sembarang orang. Secara historis, mukjizat selalu menemukan momentnya sendiri berdasarkan kehendak Allah SWT.
B. Macam-Macam
Mukjizat
Menurut Syahrur
mukjizat dapat diklarifikasikan menjadi dua jenis, yaitu:
1.
Mu’jizat Material Indrawi
Artinya Mukjizat yang tidak kekal. Maksudnya mukjizat jenis ini hanya berlaku pada Nabi selain Nabi Muhammad Saw dan juga mukjizat ini hanya berlaku untuk jaman
tertentu, kapan mukjizat tersebut diturunkan. Oleh karena itu wajar kalau sifat
mukjizat tersebut tidak kekal.. Secara umum dapat diambil contoh
adalah mukjizat nabi Musa AS dapat membelah lautan, mukjizat nabi Daud AS dapat melunakkan besi, mukjizat nabi Isa AS dapat menghidupkan orang mati,
mukjizat nabi Ibrahim AS tidak hangus oleh api saat dibakar dan
mukjizat-mukjizat nabi lainya.
2.
Mukjizat Immaterial
Artinya Mukjizat ini bersifat kekal dan berlaku sepanjang jaman. Mukjizat
tersebut adalah al-Quran al-Karim. Hal ini, menurut Syahrur, karena Muhammad
(sebagai penerima mukjizat ini) nabi terakhir, sehingga mukjizatnya harus
memiliki sifat abadi dan berlaku sampai dunia ini hancur. Secara lebih
gamblang, Syahrur membedakan mukjizat Nabi muhammad dengan nabi-nabi
sebelumnya. Pertama, aspek rasionalitas kenabian Muhammad yang berupa al-Quran
dan al-sab’ul al-matsani mendahului pengetahuan inderawi,
yaitu dalam bentuk mutasyabih. Setiap jaman berubah, konsepsi-konsepsi
al-Quran masuk ke dalam wilayah pengetahuan inderawi, yang disebut sebagai
takwil langsung, yaitu kesesuaian antara teks pengetahuan terhadap hal
inderawi. Kedua, al-Quran memuat hakekat wujud mutlak yang dapat dipahami
secara relatif, sesuai dengan latar belakang pengetahuan, pada masa yang di
dalamnya usaha pemahaman al-Quran dilakukan. Ketiga, Kemukjizatan al-Quran
bukan hanya bentuk redaksinya saja, tapi juga kandungannya.
C. Unsur-Unsur Mukjizat
M. Quraish Shihab dalam tulisan Rosihan menjelaskan empat
unsur mukjizat, yaitu:
1.
Hal atau peristiwa yang luar biasa.
Peristiwa-peristiwa alam atau kejadian sehari-hari walaupun menakjubkan tidak
bisa dinamakan mukjizat. Ukuran “luar biasa” tersebut adalah tidak bertentangan
dengan hukum alam, namun akal sehat pada waktu terjadinya peristiwa tersebut
belum bisa memahaminya.
2.
Terjadi atau dipaparkan oleh seorang
Nabi. Artinya sesuatu yang luar biasa tersebut muncul dari atau berkenaan
dengan seorang Nabi. Peristiwa besar yang muncul dari seorang calon Nabi tidak
bisa dikatakan mukjizat, apalagi dari manusia biasa seperti kita.
3.
Mengandung tantangan terhadap yang
meragukan kenabian. Mukjizat terkait erat dengan tantangan dan jawaban terhadap
orang-orang yang meragukan kenabian. Jadi peristiwa yang terkait dengan Nabi,
tapi tidak berkenaan dengan kenabian tidak bisa dikatakan sebagai mukjizat.
4.
Tantangan tersebut tidak mampu atau
gagal dilayani. Mukjizat merupakan tantangan terhadap orang-orang yang
meragukan atau mengingkari kenabiaan dan mereka tidak mampu melayani tantangan
tersebut. Oleh karena itu, kalau tantangan tersebut mampu dilawan atau
dikalahkan, maka tantangan tersebut bukan lah bentuk mukjizat.
Keempat unsur tersebut menjadi syarat
bagi peristiwa tertentu sehingga peristiwa ini bisa dinamakan mukjizat. Kalau
salah satu unsur tersebut tidak ada, maka persitiwa itu tidak bisa dikatakan
sebagai mukjizat. Untuk memahami esensi keempat unsur mukjizat tersebut, kita
mesti memahami segi-segi kemukjizatan, khususnya kemukjizatan al-Quran.
D. Segi-segi
Kemukjizatan Al – Qur’an
Syeikh Muhammad Ali al-Shabuniy dalam tulisan Usman
menyebutkan segi-segi kemukjizatan al-Quran, yaitu:
1.
Keindahan sastranya yang sama sekali
berbeda dengan keindahan sastra yang dimiliki oleh orang-orang Arab
2.
Gaya bahasanya yang unik yang sama
sekali berbeda dengan semua gaya bahasa yang dimiliki oleh bangsa Arab
3.
Kefasihan bahasanya yang tidak mungkin
dapat ditandingi dan dilakukan oleh semua makhluk termasuk jenis manusia
4.
Kesempurnaan syariat yang dibawanya yang
mengungguli semua syariat dan aturan-aturan lainnya
5.
Menampilkan berita-berita yang bersifat
eskatologis yang tidak mungkin dapat dijangkau oleh otak manusia kecuali
melalui pemberitaan wahyu al-Quran itu sendiri
6.
Tidak adanya pertentangan antara konsep-konsep
yang dibawakannya dengan kenyataan kebenaran hasil penemuan dan penyelidikan
ilmu pengetahuan
7.
Terpenuhinya setiap janji dan ancaman
yang diberitakan al-Quran
8.
Ilmu pengetahuan yang dibawanya mencakup
ilmu pengetahuan syariat dan ilmu pengetahaun alam (tentang jagat raya).
9.
Dapat memenuhi kebutuhan manusia
10.
Dapat memberikan pengaruh yang mendalam
dan besar pada hati para pengikut dan musuh-musuhnya
11.
Susunan kalimat dan gaya bahasanya
terpelihara dari paradoksi dan kerancuan.
Al-Mawardi dalam tulisan Hasbi ash-Shiddiqie
menerangkan dua puluh hal yang menunjukan kemukjizatan al-Quran, yaitu:
1.
Kefashahan al-Quran dan cara
penjelasannya
2.
Keringkasan lapad al-Quran, tapi
sempurna maknanya
3.
Nazham uslub-nya yang unik. Ia tidak termasuk ke dalam kalam yang ber-nadzam,
tidak termasuk ke dalam syi’ar atau rajaz, tidak
bersajak dan bukan pula bersifat khatbah.
4.
Banyak makna-maknanya yang tidak dapat
dikumpulkan oleh oleh pembicaraan manusia.
5.
Al-Quran mengumpulkan ilmu-ilmu yang
tidak dapat diliputi oleh manusia dan tidak dapat berkumpul pada seseorang.
6.
Al-Quran mengandung berbagai hujjah dan
keterangan untuk menetapkan ketauhidan dan menolak i’tiqad-i’tiqad yang salah
7.
Al-Quran mengandung khabar-khabar orang
yang telah lalu dan umat-umat purbakala.
8.
Al-Quran mengandung khabar-khabar yang
belum terjadi, kemudian terjadi persis sebagaimana yang dikhabarkan.
9.
Al-Quran menerangkan isi-isi hati yang
tidak dapat diketahui melainkan oleh Allah sendiri.
10.
Lafad-lafad al-Quran melengkapi jazal
mustarghab dan sahl al-mustaqrab. Dalam pada
itu, tidak dipandang sukar jazal-nya dan tidak dipandang
mudah sahl-nya.
11.
Pembacaan al-Quran mempunyai khushusiyah dengan
kelima penggerak yang tidak didapatkan pada selainnya. Pertama, kelembutan
tempat keluarnya. Kedua, keindahan dan kecantikannya. Ketiga, mudah
dibaca nadzam-nya dan saling berkaitan satu sama lain.Keempat, enak
didengar, dan kelima, pembacanya tidak jemu membacanya dan pendengarnya pun
tidak bosan mendengarnya.
12.
Al-Quran dinukilkan dengan lafad-lafad
yang diturunkan. Jibril menyampaikannya dengan lafad dan nazham-nya.
Rasul pun meneruskan kepada umat persis sebagaimana yang diterima dari Jibril.
13.
Terdapat makna-makna yang berlainan di
dalam sesuatu. Yakni di dalam sesuatu surat itu kita mendapatkan berbagai rupa
masalah. Kemudian masalah-masalah itu kita temukan di dalam surat-surat lain
14.
Perbedaan ayat-ayatnya, ada yang panjang
dan ada yang pendek, tidak mengeluarkan al-Quran dari uslub-nya.
15.
Walaupun kita sering sekali membacanya,
namun kita tidak dapat mencapai kepashahannya, karena al-Quran itu di luar
tabi’at manusia.
16.
Al-Quran mudah dihapal oleh segala
lidah.
17.
Al-Quran itu lebih tinggi dari segala
martabat pembicaraan. Martabat pembicaraan terbagi tiga:
a. Mantsur yang dapat dibuat oleh segenap
manusia.
b. Syi’ir yang hanya dapat disusun oleh
sebagian manusia
c.
Al-Quran melampaui kedua martabat itu.
Martabatnya tidak sanggup dicapai oleh golongan a dan b.
18. Tambahan yang disisipkan atau pengubahan
lafad-lafadnya dapat diketahui.
19. Tidak ada umat yang sanggup menentang
al-Quran.
20. Allah memalingkan manusia dari
menentangnya.
- Faktor-Faktor Yang
Menyebabkan Kegagalan dan Ketidakmampuan Bangsa Arab dalam
Menandingi al-Quran
Ada lima faktor
yang menyebabkan kegagalan dan ketidakmampuan bangsa arab dalam
menandingi al-quran, yaitu:
1.
Ketika menyusun syi’ir-syi’ir atau teks lisan lainnya,
bangsa arab hanya mampu mensifati benda-benda yang bisa dilihat, seperti kuda,
unta, perempuan, dll. Namun al-Quran, selain mensifati benda-benda yang bisa
dilihat, tapi juga mampu memaparkan hal-hal ghaib, termasuk sejarah-sejarah
masa lalu dan menjelaskan peristiwa-peristiwa yang akan terjadi pada masa yang
akan datang.
2.
Bagaimanapun hebatnya para pujangga dan
orator Arab dalam menyusun kata-kata dan merangkai kalimat, mereka tidak mampu
menyusun kata dan rangkaian kalimat yang semuanya fasih dan baligh. Sedangkan
semua susunan kata dan rangkaian kalimta al-Quran fasih dan baligh, sehingga
tidak seorang pun mampu menandinginya.
3.
Ketika para sastrawan Arab
berulang-ulang memberikan sifat tentang sesuatu benda atau peristiwa yang
terjadi dengan kalimat berbeda-beda, maka kalimat yang kedua berbeda maksudnya
dengan kalimat yang pertama. Tetapi al-Quran tidaklah demikian, sekalipun
kalimat yang satu diulang-ulang dengan menggunakan kalimat yang lain, namun ayat-ayat
al-Quran tidak berubah dari tujuan yang semula, bahkan akan menambah
kefasihannya.
4.
Para sastrawan Arab yang paling
tersohor sekalipun, hanya dapat menyusun syi’ir yang fasih dan baligh hanya
dalam satu bidang saja, sedang dalam bidang lainnya tidak. Tetapi al-Quran
semua susunan kalimat dan ayat –ayatnya fasih dan baligh.
5.
Kandungan syi’ir –syi’ir para pujangga
dan sastrawan Arab banyak berisi kebohongan dan kepalsuan, namun semua
kandungan al-Quran sangat bersih dari kedustaan dan kepalsuan.
www.iwanstanjung.com
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
penjelasan diatas maka diperoleh beberapa kesimpulan, yaitu:
1.
I’jaz
adalah upaya untuk menegaskan kebenaran seorang nabi dan pada
saat yang sama ia juga menegaskan kelemahan manusia yang meragukan dan
mengingkari kenabian. Sedangkan Mukjizat
adalah Suatu
hal atau peristiwa luar biasa yang terjadi melalui seseorang yang mengaku nabi
sebagai bukti kenabiannya yang ditantangkan kepada yang ragu, untuk melakukan
atau mendatangkan hal serupa, namun mereka tidak mampu melayani tantangan itu
2.
Mukjizat terbagi menjadi dua, yaitu mukjizat material indrawi yang bersifat
tidak kekal dan berlaku untuk jaman tertentu, dan mukjizat immaterial, bersifat kekal dan abadi, yang dapat
dibuktikan sepanjang masa, dan berlaku sampai dunia ini berakhir.
3.
Unsur mukjizat ada empat, yaitu hal atau peristiwa
yang luar biasa, terjadi atau dipaparkan oleh seorang nabi, mengandung
tantangan terhadap yang meragukan kenabian, dan tantangan tersebut tidak mampu
dilayani.
4.
Menurut Syeikh Muhammad Ali al-Shabuniy, segi-segi
kemukjizatan al-Quran ada sebelas, sementara menurut al-Mawardi ada dua puluh.
Segi-segi kemukjizatan tersebut saling berkaitan satu sama lain.
5.
Ada lima faktor yang menyebabkan manusia tidak mampu
menandingi al-Quran. Kelima faktor tersebut telah terbukti terjadi pada bangsa
Arab dan akan selalu menjadi alasan sampai kapan pun mengapa manusia tidak akan
mampu menandingi al-Quran.
B. Saran
Mungkin inilah yang
diwacanakan pada penulisan Makalah ini meskipun penulisan ini jauh dari sempurna. Masih banyak kesalahan dari penulisan makalah
ini, karena kami manusia yang adalah tempat salah dan dosa: dalam hadits
“al insanu minal khotto’ wannisa’, dan kami juga butuh saran/ kritikan dari
kalian semua, agar bisa menjadi motivasi
untuk masa depan yang lebih baik daripada masa sebelumnya. Kami juga mengucapkan terima kasih atas dosen pembimbing mata
kuliah Ulumul Qur’an Bapak ZUHRI, S.Sos, M.Pd.I. Yang telah memberi kami tugas membuat Makalah ini demi kebaikan diri kami sendiri dan untuk orang
lain.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar